Friday 28 January 2011

SATU SIANG, DI KARET


“Assalamualaikum warrahmatulahi wabarakatuh…Kami atas nama keluarga, mengucapkan terima kasih untuk kehadiran Anda semua…”
“Jadi kapan?”
“Semalam.”
“Jatuh?”
“Ya.”
“Lalu, hilang.”
“Begitulah.”
“Siapa yang sangka, ya...”
“Seumur kita sudah jalan duluan .”
“Berapa anaknya?”
“Tiga. Masih kecil-kecil.”
“Kasihan…”
 “Hm…”


“…. Kami, meminta ketulusan dan kerelaan Anda semua untuk memaafkan segala kekurangan, kesalahan serta kekhilafan almarhum semasa hidupnya…”
“Ngomong-ngomong, di mana kau sekarang?”
“Kantor baru. Tunggu, tunggu… ini kartu namaku.”
“Oh, oh, hebat! Kantor baru, jabatan baru, BB baru…Jangan-jangan...”
“Istri juga baru!”
“Kau? Serius? Wah, aku tidak tahu sama sekali! Kapan?”
“Baru! Belum lama.”
“Gimana, gimana?”
“Hmm, luar biasa.”
“Gila!”
“Memang!"
 "Pantas banyak yang suka buka cabang di lain hati!”
“Hahahahaha, coba sendiri sajalah!”


“Apabila ada di antara saudara yang terhutangi, atau belum tuntas urusannya dengan almarhum, kami selaku keluarga akan segera melunasi dan menyelesaikannya sesegera mungkin....
“Orang mana?"
"Dekat sini. Teman kantor."
"Anak buah?"
"Begitulah."
"Wah, wah, wah..."
"Kau bagaimana?"
"Masih sama yang itu juga."
"Sudah berapa puluh tahun? Betah amat!"
"Ya, mau gimana lagi? Kau punya untukku?"
"Ada! Ada! Mau?"
"Boleh! Kapan?"
"Kapan saja kau mau dan siap."

“Astagfirullah Alaziiiim!”
    "Mantap!"


Oktober 27, 2004

LAIN

“Jadi betul kata mereka?”
“Betul.”
“Lalu kenapa kau bilang tidak, menyangkal mati-matian?”
“Harus.”
“Kenapa?”
“Karena aku…”
“Apa?”
“Ya, karena aku!”
“Kau…Apa?”
“Aku tak seperti yang lain"
“Maksudnya?"
“Tidak seperti kau yang sama seperti yang lain... Bernama."
"Ya, aku memang bernama. Kau juga kan?"
“Bukan. Aku bukan bernama, tapi TERNAMA.”