Senin
“Hai, Nak!”
“Hai, Mak.”
“Lagi apa?"
“Bikin pe-er.”
“Sudah makan?”
“Sudah. ”
“Jangan lupa belajar buat besok.”
“Siiiip!”
“Daag!”
“Daag! Pulang cepat, ya Mak!”
“Oke!”
Selasa
“Hai, Nak!”
“Hai, Mak.”
“Lagi apa?"
“Bikin pe-er.”
“Sudah makan?”
“Sudah.”
“Jangan lupa belajar buat besok.”
“Oke!”
“Daag!”
“Pulang cepat!”
“Oke!”
Rabu
“Hai, Nak!”
“Hai!”
“Lagi apa?"
“Bikin pe-er. ”
“Sudah makan ? Jangan lupa belajar buat besok. ”
“Oke!”
“Daag!”
“ … ”
Kamis
“Hai, Nak!”
“….”
“Lagi bikin pe-er. ”
“Kalau sudah bikin pe-er, jangan lupa makan lalu belajar buat besok. Daag!”
“… ”
Jumat
“Hai, Nak ! Sudah bikin pe-er, kan ? ”
“…. ”
“Kok diam saja? Halooo! Nak, jangan lupa makan, ya!”
“… ”
“Kalau begitu sampai nanti malam, ya Nak. Daaag!”
“… ”
Anaknya sudah hafal pertanyaannya, jadi malas jawab. Salahkah?
ReplyDeleteSangat insight, ceritanya. Mungkin pertanyaannya membuat anak bosan. Hihi.
ReplyDeletesaya pernah di'keadaan' itu, dan masih menjalaninya beberapa kali tergantung situasi :'(
ReplyDeletekasihan anak2ku.
Sering kali kita menganggap anak tak tahu apa-apa. Cuma anak kecil. Kita lupa, anak punya rasa. Bahkan ketika kecil itulah, rasa mereka sebenarnya sangat tajam dan peka.
ReplyDeleteMereka tahu ketika kita -ibu- asal menjawab. Mereka tahu ketika kita tak benar-benar serius menanggapi mereka. Mereka tahu.
Kalau boleh mengulang kembali, saya ingin menghapus masa itu. Saya ingin benar-benar serius, benar-benar penuh perhatian. Tidak asal tanya. Tidak asal jawab. Tidak asal omong. Tapi benar-benar dari hati. Dari pikiran. Dengan cinta yang sungguh.
Seandainya saja.
bagus banget.. semoga saya sadar, nggak melakukan hal yang sama pada anak. :)
ReplyDelete