Monday, 2 February 2009

WONG CINO (serial catatan kemarin)


Mbok sedang mencuci di belakang. Mak pergi ke pasar. Aku tidak diajak. Jadi, aku harus main sendiri di rumah. Tapi main apa? Main pasar-pasaran tidak enak kalau cuma sendiri. Tidak ada buku baru. Main ayunan, bosan.

Tiba-tiba dari luar aku dengar suara Ida. Aku melompat, membuka pintu. “Libur!” katanya waktu aku tanya mengapa ia tidak sekolah. Ia membawa bonekanya yang bisa berkedip. “Ayo, main ibu-ibu-an!” ia berlari masuk ke ruang samping, ruang bermain. Bapak Dul. Di sini semua mainanku disimpan (Mak bilang bukan disimpan, tapi berserakan!). Ida menggendong Nining, bonekanya. Aku mencari Melly. Aku panggil-panggil namanya. Berharap dia dengar dan memunculkan kepalanya di antara tumpukan boneka, kereta api, mobil, panci-pancian, sapi, kuda, jerapah, ayam, bebek...
“Kenapa namanya Melly?” kata Ida tiba-tiba.
“Kenapa? Kan nama Melly bagus,” kataku.
“Kayak wong Cino,” kata Ida sambil menarik ujung matanya ke atas. Lalu dia tertawa. Aku ikut tertawa juga. Muka Ida lucu sekali, jadi seperti Cik Kim yang tinggal di belakang rumahnya.
“Kamu kan bukan Cino,” kata Ida lagi, sambil membantuku mencari Melly.
Bukan Cino?
“Mak bilang aku Cino, kok!” kataku. Ida berhenti mencari Melly. Dia melihat aku lalu sambil menunjuk mukaku dia bilang, “Kamu bukan Cino! Kamu ireng. Matamu tidak sipit, tidak begini...” lalu dia menarik lagi ujung matanya. Dan dia tertawa lagi. Aku tertawa juga.
“Tapi, bapakku Cino!” kataku lagi.
“Mak mu bukan Cino,” kata Ida, “Jadi kamu bukan Cino.”
Melly kami temukan di pelukan gorilla. Kami lalu lari ke halaman. Main masak-masakan. Ida bilang, mau bikin bubur merah putih, selametan ganti nama. Hari itu Melly jadi Atik. Karena aku bukan Cino, jadi anakku juga bukan.

No comments:

Post a Comment