Monday, 29 December 2008

penuh rahmat

Siapa yang datang paling pagi dan membuka pintu kantor? Rahmat. Siapa yang terakhir pulang dan mengunci pintu kantor? Rahmat. Siapa yang bisa dengan cepat membelikan makan siang, meski hari hujan? Rahmat. Meski ada opas dan pesuruh lain, hampir semua orang di kantor mengandalkan Rahmat untuk menjalankan aneka tugas

Sudah berapa lama ia bekerja di sini, ya?
Lebih dari duabelas tahun.
Selama itu?
Ya, selama itu.
Dari awal sudah jadi opas?
Ya, dia mau jadi opas saja. Pernah ada usulan dia belajar komputer, supaya bisa naik jabatan dan gaji dan tunjangannya.
Dia tak mau?
Menolak dengan halus.
Tak dipaksa?
Untuk apa?
Untuk kebaikannya, tentu.
Alasannya membuat orang SDM tak ingin memaksa.
Apa?
Dengan jadi opas, ia sering dapat uang persenan.
Oh!
Tunggu, tunggu.... Dengar dulu, ini tidak seperti yang kau duga.
Uang persenan itu ia kumpulkan dan ia serahkan kepada tetangganya, seorang janda tua yang mengurusi tiga orang cucu umur 8, 10 dan 12 tahun. Dengan jadi opas, ia tak perlu lembur di jam aneh-aneh. Sehingga ada waktu untuk mengurusi nenek tua tetangganya itu di hari-hari libur.
Mengurusi tetangga....
Ya, kayak orang kurang pekerjaan saja. Kamu tahu, rumah Rahmat itu jauhnya bukan main. Kalau ke kantor, dia harus berangkat begitu selesai sembahyang subuh. Berarti dia bangun lebih pagi dari itu, karena harus membantu istrinya mengurusi anak sulung mereka, sekaligus membereskan rumah.
Kenapa dengan anaknya?
Kena radang otak.
Astaga, sudah umur berapa?
Tahun ini, 12 tahun.
Aku baru tahu...
Begitulah Rahmat. Tidak mau cerita soal keluarga sendiri, tidak pernah merasa repot. Dia bilang hidupnya penuh rahmat. Mengapa harus mengeluh?

No comments:

Post a Comment