Monday 29 December 2008

kios kopi pasar sore

Sudah tiga kali Pasar Sore terbakar.
Yang pertama dulu, ketika kau masih SD. Ingat? Waktu itu bis yang kita tumpangi tak juga bergerak selama hampir satu jam. Tertahan di depan lapangan golf Rawamangun.

Yang kedua, kau sudah SMA. Kau yang berlari pulang mengabari aku bahwa pasar itu kembali terbakar. Yang sekali ini cukup besar, sampai hampir menyambar kompleks IKIP.

Yang ketiga, kau sudah kawin. Anakmu baru umur beberapa bulan waktu itu. Aku mengabarimu lewat telepon.

Setiap kali pasar itu terbakar, kita selalu memikirkan satu hal: warung kopi Koh Lauw. Mungkin bukan warung kopi, tapi kios kopi. Koh Lauw berjualan aneka kopi di salah satu pojok pasar. Kalau masuk dari Rawamangun muka, kiosnya berada di sudut paling kiri.

Sejak kecil kau selalu kubawa ke kiosnya. Paling tidak, sebulan sekali kita mengunjunginya. Beli kopi. Pilihanku: kopi Toraja. Kau suka memperhatikan lelaki cina itu menimbang, lalu menggiling kopi. Bunyi mesinnya berisik sekali. Tapi kau tak peduli. Malah kau sering menjulur-julurkan kepala, mengejar bau kopi. Habis digiling, serbuk kopi meluncur ke dalam kantong kertas coklat. Begitu berpamitan, Koh Lau pasti mengulurkan beberapa butir permen coklat. Kau langsung bilang terima kasih, sambil agak melompat. Senang.

Pasar Sore, semalam, terbakar lagi. Untuk yang keempat kalinya.
Kau kukabari lagi. Anakmu yang menerima telepon. Lalu seperti pada waktu yang sudah-sudah, kau kembali mengajukan pertanyaan yang sama, “Koh Lauw aman, Bu?”
Aku sudah menengoknya pagi tadi. Dan jawabanku untukmu, “Satu-satunya kios yang selamat di pasar. Yang lain jadi abu.” Sama seperti yang aku ceritakan beberapa tahun lalu. Sama seperti saat pertama kita menengoknya sehabis kebakaran yang pertama dulu: satu-satunya kios yang selamat di pasar itu.

Lalu, kau mengulang kalimat Koh Lauw kepada kita, “Kalau yang lain panas, jangan ikut panas. Bikin dingin pikiran, hati. Sembahyang. Supaya hati dingin, pikiran adem. Kalau pikiran adem, hati dingin, nggak ada yang berani nyamperin. Api barang panas, takut sama yang dingin."

No comments:

Post a Comment