Thursday 15 January 2009

ni mas

Ni Mas itu cantik. Sungguh!
Banyak pria yang jatuh cinta padanya. Tapi tak satu pun berhasil membawanya ke pelaminan. Ni Mas tak suka lelaki? Bukan, bukan itu alasannya. Ni Mas selalu bilang, mereka yang datang tak cukup baik untuknya. Ada yang tampan saja, tapi kantongnya tipis. Ada yang kantongnya agak tebal, tapi wajahnya sungguh jauh dari harapan. Ada yang keturunan bangsawan, tapi rupa tiada, kantong pas-pasan.

“Kalau sampai aku memilih nanti, maka dia haruslah berwajah tampan, berkantong cukup tebal dan keturunannya jelas,” begitu kata Ni Mas pada suatu hari ketika ditanya mengapa ia tak juga menjatuhkan pilihan.

Lalu, entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba tetangga menyadari bahwa sudah beberapa minggu Ni Mas keluar rumah dengan seorang pria yang itu-itu juga. Melihat wajahnya, bisa jadi ia terpilih. Melihat mobilnya yang selalu ganti-ganti setiap kali datang, tetangga semakin yakin. Dan setelah dua puluh kali malam Minggu, terdengar kabar: Ni Mas akan menikah. Dengan lelaki tampan dan berganti-ganti mobil itu? Tentu! Siapa lagi?

Pesta tiga hari tiga malam dilangsungkan ketika Ni Mas kawin. Lelaki itu --di samping kaya dan tampan-- ternyata masih keturunan bangsawan Jawa entah dari jalur sebelah mana. Yang pasti, bangsawan.

Pesta tiga hari tiga malam dilangsungkan buat Ni Mas dan lelaki pilihannya. Dengar-dengar kabar burung, ibu Ni Mas sebetulnya kurang suka pada lelaki ini. Banyak omong, banyak lagak. Tapi Ni Mas tak mau pisah, tak ingin yang lain. Lalu keluarga lelaki itu pun sayang padanya --begitu kata Ni Mas. Ya sudah, kawinlah.

Pasangan serasi? Sangat! Yang perempuan cantik, berkulit bening, berhidung mancung. Yang lelaki bertubuh tinggi, berwajah tegas. Tak sampai empat puluh hari setelah pesta, terdengar kabar Ni Mas hamil. Tetangga lantas berangan-angan: kalau mereka punya anak, entah seperti apa tampan dan jelitanya nanti.

Pada suatu hari suami Ni Mas tak pulang dari kantor. Keesokan harinya, tak juga sampai di rumah. Terus begitu. Ni Mas bingung. Mencari ke segala penjuru, melapor pada polisi, bertanya pada kerabat, sahabat hingga dukun yang konon kabarnya hebat. Tak ada hasil. Suami Ni Mas menghilang. Menguap begitu saja. Ketika itu Ni Mas tengah hamil tiga bulan. Memasuki bulan ke-empat kehamilan, tiba-tiba rumah Ni Mas jadi sering didatangi polisi. Pagi, siang, sore, silih berganti. Ni Mas sempat ikut mereka beberapa kali. Ayah, Ibu dan adik Ni Mas juga sempat ikut polisi. Ada apa, Ni Mas?

Tetangga kiri kanan mulai berbisik: jangan-jangan lelaki itu terlibat kasus pembunuhan. Kalau tidak dibunuh, ya membunuh. Ah, mana mungkin! Wajahnya terlalu baik untuk membunuh. Tidak juga cukup bajingan untuk dibunuh. Lalu apa? Keluarga Ni Mas diam saja. Sampai akhirnya seorang tetangga yang punya saudara di kejaksaan melepas cerita.

Suami Ni Mas ditangkap mafia. Ia mengakali kelompok itu dalam sebuah usaha jual beli mobil mewah. Ketika tiba waktu untuk menyetor, uang tak kunjung diberikan sementara mobil sudah berpindah tangan. Melihat situasi tak lagi menguntungkan, suami Ni Mas langsung melarikan diri. Sayang ia keburu dicari polisi karena laporan sang istri yang merasa kehilangan suami. Dan berhasil ditemukan. Sekarang ia mendekam di tahanan. Buat berapa lama? Entah. Tak ada yang berniat menanyakannya pada Ni Mas perihal lelaki pilihannya itu. Buat apa?

No comments:

Post a Comment