Wednesday 11 February 2009

RADIO bagian 1 (serial catatan kemarin)


Mak suka menyanyi. Pak juga. Tapi aku lebih suka menyanyi bersama Mak. Lagu yang suka dinyanyikan Mak selalu ada di radio. Lagu-lagu Pak, tidak. Aku cuma dengar dari Pak saja dan tidak bisa aku ikuti. Mak bilang, Pak suka nyanyi lagu bahasa Belanda dan Inggris.

Setiap hari, dari pagi sampai malam, Mak selalu mendengarkan radio. Kalau ada lagu, apa saja, Mak pasti ikut menyanyi. Mak bisa menyanyi lagu apa saja. Kalau ada lagu yang dia tak tahu, pasti Mak bilang, “Ah, lagu baru!” Lalu cepat-cepat Mak ambil pensil dan kertas. Mencatat kata-kata lagunya. Nanti kalau lagu itu kembali muncul, catatan lagu Mak pasti sudah lengkap. Dan kalau terdengar lagi, Mak pasti mengajak aku duduk di sampingnya. Menyanyi bersama Mak. Waktu aku sudah bisa baca, Mak menyuruh aku ikut membaca catatan lagunya. Aku suka menyanyi dengan Mak.

Kalau lagu habis dan orang di dalam radio itu mulai omong-omong, Mak pasti berdiri di depan radio. Alis Mak selalu bersambung kalau mendengarkan omong-omong. Mak bilang, kita harus rajin mendengarkan radio. Karena siapa tahu ada berita penting yang disampaikan.

Radio kami, Eres namanya, berbentuk kotak besar. Terbagi atas dua bagian. Yang bawah, agak keras, tempat menempel dua tombol besar yang letaknya berseberangan: di kiri dan kanan. Tombol yang kiri untuk menyalakan radio. Kalau diputar, berbunyi klik. Lalu lampu kecil yang ada di bagian keras itu menyala. Dan tampaklah garis-garis dan angka di sepanjang bagian itu. Kalau tombol kanan di putar, jarum kecil warna merah akan berjalan-jalan. Mak bilang, jarum itu menunjukkan gelombang radio yang tepat. Diputar ke kiri, jarum ke kiri. Di putar ke kanan, jarum di kanan. Kalau jarum berhenti di tempat yang salah, keluar bunyi kresek-kresek-kresek, lalu nguiiiiiiiiing! Aku suka kalau bunyi itu keluar. Tapi Mak tak suka. Sakit di telinga, katanya. Mak paling tahu di mana jarum harus berhenti. Di tempat itu, agak di tengah-tengah, selalu keluar banyak lagu. Juga omong-omong. Mak bilang, itu gelombang RRI. Radio Republik Indonesia. Di atas lubang itu ada bagian yang ditutup kain berlubang-lubang, dihiasi gambar boneka dakocan di sebelah kanannya. Bagian ini selalu bergetar kalau ada suara yang keluar dari radio.

Suatu hari, aku naik kursi, naik ke bufet, mencoba membuka bagian radio yang ada kainnya. Mak berteriak-teriak, “Astaganaga, Willa! Mau diapakan radio itu!” Waktu aku bilang mau melihat orang-orang kecil yang ada di dalam radio, yang selalu omong-omong dan menyanyi itu. Mak langsung menangkap tanganku. Aku ditarik turun dari kursi. Mak bilang, tak ada orang kecil di dalam radio. Yang ada hanya peralatan listrik. “Lalu yang menyanyi dan omong-omong setiap hari itu?” Mak bilang peralatan di dalam radio itu menangkap gelombang yang disampaikan dari stasiun radio, RRI. Di sana ada orang yang memutar lagu dan bicara-bicara, dan disampaikan lewat udara, dan masuk ke radio kami. Juga radio orang-orang lain. Aku tak mengerti apa yang diterangkan oleh Mak. Tapi aku tahu Mak betul. Kalau tidak, bagaimana bisa radio sekecil itu berisi penyanyi dan orang yang suka omong-omong itu?

“Willa, coba bayangkan: kalau di radio kita ada Lilis Surjani, di radio Ida juga ada Lilis Surjani. Kalau ada orang di dalam radio, berarti ada banyak Lilis Surjani. Padahal, di dunia ini cuma ada satu Lilis Surjani. Dengan alat-alat yang ada di dalam radio ini dan di studio, kita semua bisa dengar suara Lilis Surjani pada saat yang sama. Mendengar berita bersama-sama, dengan radio yang berbeda-beda, di tempat masing-masing...Kau mengerti Willa?” Aku mengerti. Jadi di dalam radio tidak ada orang, cuma alat-alat listrik. Tapi seperti apa alat listriknya? Bagaimana bisa mengeluarkan lagu dan omong-omong? Bukankah tadi Mak bilang kalau orang yang omong-omong dan lagu diputar di tempat lain? Aku ingin tahu. Aku mau lihat! Tiba-tiba Mak pegang tanganku, lalu dia bilang, “Sekarang setelah kau tahu di dalam sini tak ada orang, dan hanya ada alat listrik, jauhkan tanganmu yang kecil ini dari radio. Jangan coba-coba buka radio ini lagi ya!” Bagaimana Mak tahu kalau aku ingin melihat ke dalam radio? Mak melihat ke mataku. “Willa, janji pada Mak, kau tak akan mengutak-atik radio ini.” Janji? Aduh, aku tak mau janji karena aku masih ingin lihat apa isi radio. “Willa, setuju?” Kenapa Mak harus bilang setuju? Itu kan berarti aku harus setuju dengan permintaan Mak. Dan aku harsu bilang setuju juga. Kalau tidak, Mak pasti akan menggeram. Aku tak suka kalau dia menggeram. Mukanya.... tidak enak dilihat. Percaya padaku.

No comments:

Post a Comment